Saturday, December 21, 2013

Postmodernisme

Teori kritis sebagai fase akhir gagasan-gagasan modernism dan kemudian keluar gagasan-gagasan baru yang masuk ke kategori postmodernisme. Postmodernisme pertama kali digunakan untuk menyebutkan sebuah arsitektur.

Mulai dari klasik, abad pertengahan, renaisans dan untuk setiap periode terdapat suatu gagasan-gagasan atau konsep kunci atau ide pertama yang dianggap benar untuk semua orang, setiap periode, bersifat universal, ada suatu ide universal pada suatu periode. Contohnya pada zaman abad pertengahan, kita membicarakan Thomas Aquinas, ada anggapan bahwa seni itu punya peran untuk memuja Tuhan, seni itu harus memuja Tuhan, itu suatu ide utama dari abad pertengahan, ide yang dianggap universal yang akan dianggap benar untuk selama-lamanya. Zaman renaisans beda lagi, membicarakan tentang perkembangan sainstifict, mulai ada gagasan-gagasan yang dikeluarkan oleh Leonardo Da Vinci, seniman yang baik harus jadi saintis yang baik juga. Sebuah karya yang baik adalah sebuah karya yang menjadi cermin alam, serealis mungkin. Ini adalah suatu gagasan yang diansumsikan benar untuk selama-lamanya. Tapi seiring perkembangan zaman, ide-ide tersebut tidak terlalu relevan lagi. Satu hal yang membedakan modernism dan postmodernisme adalah tentang universalisme. Kalau di zaman modern masih ada anggapan atau ide-ide yang bersifat universal, benar untuk sekarang atau selama—amanya atau benar untuk oraang di Jogja, di Jerman, di Sulawesi dan dimana-mana, sifatnya universal. kalau postmodernisme itu kita mulai melihat gejala-gejala runtuhnya universalisme. Kalau ada satu ciri khas yang membedakan modernism dan postmodernisme adalah runtuhnya ide-ide yang dianggap bersifat universal. Postmodernisme justru menolak universal dan mereka mulai meragukan hal-hal yang sifatnya beragam, bukan bersifat universal tapi plural. Kalau modernism lebih mementingkan ide-ide universal, kalau postmodernisme lebih mementingkan konteks local.

JEAN-FRANCOIS LYOTARD (1924-1998)


Lyotard merupakan filsuf dan sosiolog asal Perancis, belajar filsafat di Sorbonne. Bekerja di Universitas-universitas terkenal di AS (Berkeley, Vale, John Hopkins). Ia terkenal untuk penjelasannya mengenai postmodernisme. Konsep kunci Lyotard itu adalah teorinya tentang “META-NARRATIVE” yang sering disebut “GRAND-NARRATIVE” atau “ NARASI BESAR”, menurutnya yang menjadi salah satu gejala budaya postmodern adalah runtuhnya narasi-narasi besar. Contoh narasi besar, ide-ide yang sifatnya universal, dianggap tidak boleh dipertanyakan atau dianggap tidak akan berubah, menurut Lyotard itu hanya sebuah narasi besar. Menurutnya seiring dengan pergerakan zaman, narasi-narasi besar seperti itu akan runtuh, akan berubah sesuai zamannya. Pada bukunya, The Postmodern Condition : A Report on Knowledge (1979) merupakan buku orderan, buku yang dipesan oleh pemerintah Canada, buku yang lebih ke pengetahuan saat ini. Tapi uniknya ada satu konsep yang bisa menjelaskan gejala postmodernisme. Lyotard memberi penjelasan apa yang dimaksud dengan metanaratif saat ini. Metanaratif adalah ide-ide tentang sejarah pengetahuan yang diansumsikan bersifat menyeluruh, total, komplit yang kemudian memberi masyarakat sebuah pecahan atas segala tindakan-tindakannya.

·         Contoh 1 : Ide tentang “universalisme” pada seni (era modern awal-akhir). Ardono dan Horkheimer membedakan seni dan industry, ada batasan yang sangat kuat yang tidak bisa ditembus. Ide tentang seni dan industry merupakan sebuah narasi besar yang kemudian seiring dengan perkembangan zaman mulai terlihat tidak relevan lagi.
·         Contoh 2 : Manusia membutuhkan tubuhnya untuk berkomunikasi (komunikasi). Sebelum perkembangan internet merajalela, kita punya anggapan bahwa untuk berkomunikasi anatar sesama, kita perlu bertemu 4 mata. Tapi sekarang dengan perkembangan teknologi, perkembangan media kita tidak butuh bertremu tatap muka dengan orang lain.
·         Contoh 3 : Perindustrian memerlukan pabrik dan buruh (kaitalisme)

Metanaratif tidak dapat dipertahankan lagi karena adanya kemajuan teknologi dalam komunikasi, media masa dan teknologi informasi, menggantikan posisi narasi besar dengan narasi kecil, kebenaran kecil. Maksudnya kecil itu bukan kebenaran universal yang luas, yang dianggap menyeluruh tapi kebenaran yang benar untuk sekang, akal-akal yang dianggap benar untuk suatu titik periode tertentu, titik sejarah tertentu, suatu konteks budaya tertentu, jadi bukan lagi benar untuk selama-lamanya tapi benar untuk suatu pemikiran tertentu. Jadi bukan lagi narasi-narasi universal, tapi narasi local yang dianggap sekarang benar belum tentu benar untuk besok, minggu depan, atau 50 tahun lagi. Jadi di buku ini, Lyotard mengatakan ada pergeseran anti kebenaran itu sendiri. Kebenaran universal diganti dengan kebenaran local dan itu sebabnya terlihat ketika karya-karya pop art.


Andy Warhol, 32 Campbell’s Soup Cans, 1962


Andy Warhol, Marilyn Diptych, 1962


Richard Hamilton, “ Just What is it that Makes Today’s Homes, So Different, So Appealing?”, 1956


 
Komik Amerika

Di zaman modern ada perbedaan dengan apa yang disebut dengan pengalaman estetis dan pengalaman keseharian disisi lain. Pengalaman keseharian sifatnya sepele, remeh temeh, tidak penting, banal, membosankan sedangkan bertolak belakang dari itu, pengelaman estetis itu sifatnya menggugah, menyentuh, istimewa.


JEAN BAUDRILLARD (1929-2007)


Baudrillard merupakan filsuf dan teoris kebudayaan. Anak dari keluarga pegawai sipil dan peternak. Belajar bahasa dan sastra Jerman di Sorbonne. Berkarir sebagai akademisi di bidang sosiologi di Perancis. Terkenal untuk penjelasannya mengenai postmodernisme dan postaktualisme. Baudrilllard bersama Lyotard adalah kritikus modernism terutama Lyotard mengatakan tentang di era postmodern ada pergantian makna tentang kebenaran. Kalau Baudrillard di era postmodernisme ada pergatian makna tentang kenyataan, tentang realita. Dalam bukunya, Simulacra & Simulations (1981), konsep kuncinya Hiper-Realita. Menurutnya sebenarnya realita yang kita jalani itu bukan realita yang sebenarnya. Suatu ‘realita’ atau kenyataan yang dibuat lewat bermacam Simulacra dan simulasi. Seimulacra dan simulasi ini kemudian membangun apa yang disebut dengan hiper-realita. Simulacra adalah tiruan yang menggambarkan hal-hal yang tidak punya realita pada awalnya, atau hal yang tidak lagi memiliki asal usul dan Simulasi merupakan imitasi cara kerja dunia nyata.


Read More




Saturday, December 14, 2013

Estetika Zen Buddhisme

Menurut mereka pencerahan dasarnya bukan dari filosofi atau keagamaan tapi melalui teknik-teknik tertentu yang bisa mengontrol atau menyelaraskan antara pikiran kita dan tubuh kita. Inilah fungsinya meditasi. Maka dari itu, pernafasan menjadi suatu teknik yang sangat penting. Meditasi itu memfokuskan pikiran kita dan badan kita. Dengan mencoba menyatukan badan dan pikiran kita merupakan cara untuk mendapatkan ketenangan spiritual ini adalah hal-hal yang disebut Zen dan memiliki dampak terhadap bagaimana cara mereka melihat keindahan. Jadi kalau estetika barat lebih mementingkan nalar, mendapatkan kebenaran, menurut Zen keindahan atau pencerahan bukan dapat dari logika, bukan dari mikir, tapi justru dengan menyatukan pikiran dan badan. Makanya ada kegiatan-kegiatan tertentu yang bisa menyatukannya. 

Disini yang penting adalah konsep Wabi-Sabi. Konsep estetika Jepang yang berpusat pada penerimaan akan ketidak kekalan dan ketidak sempurnaan sebagai sifat kehidupan. Maksudnya bahwa hidup itu tidak kekal, selalu berubah dan harus diterima. Dalam paham ini, keindahan sering dianggap berisfat “tidak sempurna, tidak kekal, dan tidak komplit”. Konsep Wabi-Sabi ini berkembang dari ajaran Zen Buddhisme, mengenal 3 ciri khas kehidupan, yaitu ketidak kekalan, penderitaan dan keksongan atau kehampaan atas diri kita yang sejatinya. Contoh upacara minum teh dalam kebudayaan Jepang (CHA-NO-YU)


Toyobo teahouse di kuil kenninji, Kyoto. Dikatakan dibangun tahun 1587 oleh Rikyu.



Rumah teh Jepang dibuat seakan-akan desain domestic, bentuknya mengikuti fungsinya, kecil karena emang di desain untuk didatengin 5-6 orang untuk minum the bersama. Jadi sisi lain dibuat sederhana adalah tujuan minum the untuk mencari kepuasan spiritual yang dalam melalui minum the secara tenang bersama-sama. Suasana yang khusyuk itu diharapkan bisa mengundang suasana damai di dalam hati pengunjungnya. Upacara minum teh Cina ini digabungkan dengan filsafat Zen Jepang. Salah satu biksu Zen menjadi master teh yaitu Murata Shuko, ia menerapkan paham tertentu pada tradisi minum teh hingga sekarang (abad 15, 1422-1592). Murata menerapkan paham-paham tertentu pada minum teh agar suasananya lebih intim dan lebih personal. Ia justru bilang bahwa ruang yang kecil ini cukup dan juga pengunjungnya tidak perlu banyak, sekitar 5 atau 6 orang lalu selain itu juga agar suasana itu intim, tidak boleh ada pelayan, tuan rumah harus menyiapkan ritual minum teh ini sendiri sebagai bentuk penghormatan ke tamu. Mulai dari menyediakan air panas, pochi tehnya, hingga cangkir-cangkirnya terus daun tehnya harus disajikan sendiri oleh si tuan rumah sebagai bentuk penghormatan.

Rikyu dari abad 16 juga berpengaruh pada tradisi minum teh.  Untuk mereka, tradisi minum the merupakan sebuah upacara, upacara sifatnya formal tapi Rikyu ingin menghasilkan suasana yang informal.

3 Prinsip kuncinya adalah kesederhanaan, ketenangan dan kealamiahan.
1.         Kesederhanaan : Penerapan secara minimal dan sewajarnya. Tidak diperlukan lebih dari ini melainkan hasil pengalaman estetis yang mendalam.
2.       Ketenangan : Maksudnya merasa tersentuh dari dalam nurani dengan rasa tentram dan bukan rasa yang meluap-luap atau heboh.
3.       Kealamiahan : maksudnya menghindari sesuatu yang dibuat-buat atau dirancang menurut rencana. Seorang seniman berusaha untuk membuat karyanya untuk terlihat seakan telah selamanya menjadi bagian dari alam, seakan-akan tanpa adanya intervensi manusia. Karyanya (apakah sebuah taman, sebuah jalan setapak atau sebuah pagar) seakan hasil dari kecelakaan alamiah.

Dari Wabi terdapat 2 prinsip kunci : ketidak begantungan dan kedalaman halusan
1.         Ketidak bergantungan : aspek yang memberikan sebuah karya rasa yang segar dan orisinil. Karyanya terlihat familiar tapi tidak bergantung pada hal apapun.
2.       Kedalam halusan : Karya tersebut memiliki gaung dalam diri kita dan pada dirinya sendiri, dengan nuansa dan kemungkinan yang berlapis-lapis, di satu sisi terselubung namun juga terasa dengan jelas.

Dari Sabi terdapat 2 prinsip kunci : Sublimitas dan asimetri
1.         Asimetri : menolak simetri pada bentuk dan keseimbangan demi mematuhi alam. Ini bertolak belakang dengan estetika barat yang pada tradisinya memenuhi hukum simetri, seperti terlihat pada karya visual, sastra dan music.

2.       Sublimitas : mencari inti sari yang paling esensial dari karya dan konteksnya. Yang tidak esensial dianggap membebani pemirsa dan menggangu pengalaman estetis.

Read More




Estetika dan Teori Kritis

Teori kritis adalah sebuah intelektual atau arus intelektual yang dikembangkan di awal abad 20, dikembangkan di Universitas Frankfurt school dan dikembangkan oleh sekelompok pemikir yang dikenal sebagai Mazhab Frankfurt. Menurut mereka semua ide sosial tidak ada yang sifatnya netral. Ide-ide sosial misalnya seperti kekuasaan selalu memiliki ide-ide tertentu. Teori kritis ini memberi pemahaman baru tentang estetika dan kesenian.

Theodor Adorno dan Max Horkheimer merupakan 2 tokoh penting dari Mazhab Frankfurt dan mereka mempunyai kritik terkenal terhadap apa yang mereka sebut sebagai “industry budaya”. Mereka mengkritik dampak industrialisasi pada budaya terutama gejala yang disebut dengan kebudayaan moral atau mess culture.


THEODOR ADORNO (1903-1969)


Theodor Adorno merupakan filsuf dan musikolog asal Jerman, ia merupakan tokoh dari Mazhab Frankfurt. Terasingkan di AS dan Inggris pada masa PD II, karya terbesarnya adalah Dialectics  dan Minima Moralia.


MAX HORKHEIMER (1895-1973)


Max Horkheimer merupakan filsuf dan sosiolog asal Jerman serta tokoh dari Mazhab Frankfurt. Ia pernah menjadi direktur di Institute for Social Research yang berpengaruh besar pada arahan “Mazhab Frankfurt”. Karya terbesarnya adalah Dialectic of Enlightenment  dan The Authoritarian State.

Dibuku Dialectic of Enlightenment  ini ada suatu bagian kritik terhadap ‘industri budaya’. (culture industry). Jadi secara garis besar Theodor Adorno dan Max Horkheimer menganggap bahwa industry terutama industry industry mesin itu telah menjadikan budaya sebagai semacam pabrik yang mencetak produk-produk budaya. Sebelumnya budaya itu dianggap sebagai sesuatu yang terjadi secara natural dan karena budaya itu, manusia berekspresi menciptakan karya seni, jadi karya seni adalah ekspresi budaya mereka. Kata Adorno dan Horkheimer setelah industrialisasi, budaya itu menjadi sebuah pabrik, pabrik yang mencetak prodik-produk kebudayaannya seperti karya seni sehingga karya seni itu menjadi kehilangan nilainya. Sekarang karya seni itu menjadi produk yang dicetak secara masal. Contohnya film. Asal muasal film itu adalah kinestoskop yang dibuat oleh Thomas Alfa Edison dengan membuat seluloit. Akhirnya fotografi berkembang menjadi film, film itu merupakan citra bergerak, gambar yang bergerak cepat. Dengan pita seluloit orang jadi bisa buat gambar itu seakan-akan bergerak.



Pemutaran kinestoskop di Chiago, 1894


Jadi didalamnya ada pita seluloitnya dan dari dalam gambarnya. Ini kinestoskop yang dibuat oleh Thomas Alfa Edison. Tapi pada awalnya film hanya bisa ditonton sendirian, namun akhirnya berkembang dan dibawa ke Amerika, Eropa sampailah ke Perancis diantara banyaknya orang yang menonton di kinestoskop, diantaranya ada Lumiere bersaudara. Lumiere brother’s, mereka menciptakan kalau tadi Edison menciptakan pita seluloit dan alat pemasangnya kinestoskop, Lumiere brother’s mengembangkannya lebih lanjut dengan alat yang menggabungkan kinestoskop dan proyektor. Kalau tadi orang nonton kinestoskop sendiri-sendiri, dengan kinestoskop yang digabungkan ke proyektor, orang bisa nonton bersama. Film bergerak tadi bisa ditonton orang banyak dan sangat mempengaruhi perfileman sehingga sekarang bisa muncul bioskop. Di periode ini, akhir awal abad 19 dan awal abad 20 mulai dibuat film ekpiremental penting (film bisu komedi).



Jadi bentuk hiburan baru, sebelumnya bentuk hiburan orang dengan pergi ke tempat ini seperti carnival. (The Jumping horse, carry –us all) hiburan mural dan dengan proyektor, hiburan datangke orang masal itu, bukan mereka yang datang kehiburan tapi hiburan yang datang ke orang-orang itu dan ini  menjadi alasan kenapa film menjadi hiburan popular. Massa diawal abad 20an, di tahun 1900an awal, film sudah menjadi visual yang paling popular daripada poster dan fotografi. Mulai dari era film bisu oleh salah satu sutradara terkenal Prancis yaitu George Meliye. Awalnya film bisu karena susah menghubungkan suara dan efeknya. Maliye terkenal dengan film fantasinya juga yang judulnya perjalanan ke bulan (Trip to the moon) dan ini pewarnaannya secara manual (th 1920an) dan pitanya juga diwarnai sendiri. Pada zaman film bisu, kalaupun ada suara itu biasanya live, ada bandnya atau narasi projek soundesnya. Lalu ekperimentasi untuk menggabungkan antara film dan suara itu terus berkembang hingga pada tahun 1927, Hollywood, sebuah studio di Hollywood namanya wonder brothers meluncurkan film Jazz singer dan ini adalah film dengan suara pertama, Einstein mengeluarkan kinestoskop sektiar 30 tahun sebelumnya. Jadi dalam 30 tahun relative cepat, film sudah bergerak dari ekperimental menjadi indsutri. Sebenarnya benih perindustrian film sudah muncul ketika para produsernya melihat dari proyektor bisa mendapatkan untung, semakin banyak orang yang datang untuk nonton, semakin banyak untung yang mereka dapat. Film juga sudah menjadi sebuah industry bukan lagi sebagai karya seni yang menjadi ekspresi jiwa seseorangdan itu di kritik oleh Adorno dan Horkheimer, bagi mereka film sebagai hiburan popular adalah produk yang mereka sebut dengan industry. Masalahnya dengan produk-produk seperti ini, bukan karya seni tapi produk mural (sesuatu yang bernilai karena mempunyai harga), film-film popular seperti majalah atau komik itu bermasalah karena sifatnya generic, tidak membuat orang mendapatkan kenikmatan estetis, hanya membuat orang tergiur secara pasif sedangkan menurut mereka, budaya itu seharusnya menciptakan seni atau fine art yang mampu memberikan orang kenikmatan estetis. Jadi disini hal-hal seperti music pop, komik bagi mereka yang seperti ini tidak masuk ke karya seni tapi hanya dianggap sebagai produk budaya.

Point ke 2, Horkheimer dipengaruhi oleh sebuah teori Karl Max, Karl Max adalah pencetus materialisme. Karl Max memiliki suatu konsep yang disebut sebagai materialism historis , menurutnya masyarakat berkembang dengan memproduksi barang-barang yang mereka wujudkan untuk kelangsungan hidupnya. Industri budaya menurut Adorno dan Horkheimer itu berbahaya karena  terus mencetak dan memproduksi barang-barang seperti film atau komik seperti itu yang dianggap orang mereka butuhkan padahal sebenarnya produk-produk industry budaya itu tidak dibutuhkan oleh konsumennya karena hanya masih hiburan semu saja. Celakanya, konsumen merasakan mereka membutuhkan. Sebenarnya tidak jauh dari memberikan untung kepada pemilik modal.

Point ke 3, estetika sebagai kritik sosial. Dari sini, estetik sudah tidak membicarakan keindahan, kebenaran tapi Adorno dan Horkheimer mereka membicarakan kesenian, kebudayaan. Mereka mengajukan sebuah kritik tentang keadaan sosial. Bagaimana seni sebagai produk kebudayaan mempengaruhi orang banyak dan bagaimana masyarakat merespon mereka. Disini sudah kelihatan bahwa estetika bisa dijadikan alat untuk mengkritik keadaan sosial. Menurut mereka, seni itu seharusnya bernilai lebih bukan sekedar untuk produk indsutri.


WALTER BENJAMIN (1892-1940)


Walter Benjamin merupakan sastrawan, kritikus sosial dan filsuf asal Jerman. Ia merupakan tokoh dari Mazhab Frankfurt, anak dari keluarga Yahudi yang berada dan karya terbesarnya adalah The Arcodes Project dan Illuminations. Tapi disini ada 1 essay Benjamin yang penting, judulnya adalah karya seni dalam era reproduksi mesin. Benjamin setuju dengan pendapat Adorno dan Horkheimer, ia juga beranggapan bahwa dulu sebelum era indutrialisasi, sebelum era pabrik, seni itu bersifat murni, masih memiliki kenikmatan-kenikmatan tertentu dan ini adalah dampak jeleknya era reproduksi mesin seperti poster, foto, film. Ia mengatakan sebenarnya reproduksi itu bukan suatu hal yang baru. Reproduksi itu sudah ada dari jaman bahula. Tapi bedanya di zaman modern dengan adanya reproduksi oleh mesin, sekarang reproduksi mesin dibuat dalam jumlah yang banyak dengan waktu yang sangat cepat. Dari sini ia membedakan reproduksi mesin dengan reproduksi. Reproduksi adalah apa yang kita sebut dengan otensitas dan aura sebuah produksi. Jadi menurut Benjamin, karya yang original, yang asli memiliki otensitas, otensitas dalam arti disini adalah keberadaan karya itu di lokasi tertentu dan dititik sejarah tertentu. Contohnya Monalisa ketika dibuat oleh Da Vinci, ia berada di lokasi tertentu, di Itali dan berada di titik sejarah tertentu, Renaisans. Dan otensitas inilah yang tidak ada dimilki oleh gelas gambar Monalisa ini. Inilah yang membedakan karya seni dan juga karya seni yang asli, yang orisinil memiliki aura. Aura merupakan sesuatu yang sifatnya abstrak, tidak bisa dijelaskan, hanya bisa dirasakan dan hanya dimiliki oleh karya seni yang otentik. Menurut Benjamin, sebagus-bagusnya jiplakan yang dibuat mesin tapi tetap saja kita tidak memiliki, tidak mendapatkan pengalaman yang sama ketika kita melihat karya seni yang orisinil.

Read More




Thursday, December 12, 2013

Estetika Masa Romantik

Estetika romantic bukan berdasarkan logika melainkan rasa.

Pada periode ini mulai ada anggapan baru mengenai seniamn dan ini berhubungan pada suatu proses yang namanya “artistic genius” atau kegeniusan seorang seniman. Seorang seniman itu sosok yang sangat genius bukan dalam arti scientis tapi kegeniusannya sendiri dalam arti orsinil, berani, out of the box, mulai keluar dari norma-norma yang ada, itu adalah kegeniusan seorang seniman. Anggapan seniman seperti itu mulai ada pada periode ini

ARTHUR SCHOPENHAUER (1788-1860)


Arthur Schopenhauer lahir di Danzig (Polandia) pada 1788. Ia berpindah-pindah ke Hamburg, Paris, Inggris. Karena warisan akhirnya ia mampu kuliah di Universitas Gottingen, dimana ia mulai mengenal filsafat Immanuel Kant. Pada tahun 1819 ia mulai menjadi dosen di Universitas Berlin. Karya terkenalnya adalah The World as Will and Representation (“Dunia sebgaia kehendak dan Representasi”). Schopenhauer meninggal di tahun 1860.

Pemikiran Schopenhauer terfokus pada satu pertanyaan besar yaitu apa yang menjadi motif tindakan-tindakan kita, apa yang mendorong tindakan-tindakan kita, kenapa kalian masuk kelas ? Kenapa kalian takut SKS ? kenapa kalian melakukan hal ini itu, kenapa kita ingin, punya keinginan ini itu, apa yang mendorong itu semua ?

Sebelumnya ketika kita membahas Heagel, Heagel juga mempunyai pertanyaan yang mirip, apa yang mendorong keinginan-keinginan kita ? kenapa kita suka sebuah music ? kenapa kita suka pada suatu jenis makanan ? pertanyaan besarnya apa yang menjadi motif tindakan-tindakan kita ? Jawabannya apa yang ia sebut dengan Roh/Geist. Menurut Heagel kita suka melakukan hal-hal tertentu itu didbentuk oleh yang namanya semangat zaman secara kolektif yang mendorong kalian suka pada suatu hal, ingin melakukan suatu hal, keinginan-keinginan pribadi didorong oleh Roh semangat zaman, itu menurut Heagel. Heagel seakan-akan bilang Roh/ semangat zaman inilah yang menjadi semacam daya yang membentuk keiginan kita.

Schopenhauer bilang Heagel benar, tindakan kita dibentuk oleh suatu daya tapi Heagel salah ketika kekuatan atau daya itu membentuk kita adalah Roh/ semangat zaman secara kolektif. Distiulah kesalahan Heagel menurutnya. Schopenhauer mengatakan kekuatan atau daya, kekuatan yang mendorong, yang membentuk atau menjadi motif tindakan kita adalah apa yang disebut sebagai kehendak. Menurut Schopenhouer manusia sebagai manusia itu memiliki sifat yang paling dasar yang dimiliki oleh setiap manusia tanpa terkecuali yaitu kehendak untuk hidup (will-to-live) dan ini adalah semacam kekuatan atau daya yang mendorong atau menjadi motivasi atau impuls atas kegiatan-kegiatan kita.

Disini sudah terlihat bedanya Schopenhauer dengan pemikir sebelumnya. Pemikir-pemikir sebelumnya dari jaman Plato dari zaman 300 SM sampai Hume, Heagel. Mereka bilang sifat dasar manusia adalah kemampuannya dalam berakal. Manusia adalah makhluk yang berakal. Dari zaman Plato yang disebut sebagai sifat dasar manusia adalah nalar,  manusia adalah makhluk yang bernalar, manusia adalah makhluk yang berakal dan disini Schopenhauer mengatakan sifat dasar manusia itu bukan lagi akalnya tapi kehendak. Manusia bukan hanya makhluk berakal tetapi makhluk yang berkehendak, maka dari itu sifat atau nalar manusia itu bukan akalnya tapi kehendak dia untuk tekatnya. Misalnya kita pasti ingin merasakan punya ini itu, kehendak itu adalah kehendak untuk hidup yang merupakan naluri manusia yang dimiliki secara universal.

Ketika Schopenhauer membicarakan tentang kehendak, ada 2 ciri ;
1.         Kehendak dalam bentuk noumenal (transendental) : sesuatu yang melampaui atau melebihi dari kenyataan duniawi, abstrak, ambigu, spiritual, kehendak dalam arti yang tidak berbentuk tapi memiliki kekuatan tersendiri, mempunyai impact pada fenomenal. Kehendak dalam bentuk noumenal adalah motivasi dari keinginan manusia
2.       Kehendak dalam bentuk fenomenal (duniawi) : misalnya saya harus, saya butuh air, saya mau ini itu yang didorong oleh noumenal.

Segala tindakan, prilaku, kebiasaan apa yang harus kita buat itu berasal dari kehendak noumenal ini. Jadi kehendak yang secara abstrak, ambigu, spiritual inilah yang mendorong kehendak-kehendak kita. Kehendak manusia menurut Schopenhauer itu tidak logis, tidak jelas arahnya dan itu yang menyebabkan penderitaan kita. Pemikir-pemikir di era 19 ini seperti Schopenhauer, mereka memiliki akses sama filsafat-filsafat dari timur misalnya ajaran-ajaran Buddha, kuno Sidharta Gautama sehingga terdapat persamaan Schopenhauer dan ajaran spiritual timur misalnya manusia itu diperbudak oleh kehendaknya dan kehendaknya itu harus di redam dengan cara bertapa, bersemedi, berpuasa, dan sebagainya, ini mempengaruhi pemikiran Schopenhauer, pemikiran romantic. Maka dari itu Schopenhauer mengatakan bahwa kehendak itu adalah sesuatu yang harus ditakhlukan, harus diredam. Setiap manusia pasti memiliki kehendak tapi jangan dituruti namun harus diredam. Lalu ia berpikir caranya bagaimana menakhlukan kehendak kita dan ia mengatakan melalui bertapa mulai dari semedi, pantang puasa, doa dengan bertapa seperti itu merupakan meredam keinginan kita meskipun caranya temporer maksudnya puasa hanya berapa hari. Jadi kehendak tidak sepenuhnya bisa ditakhlukan bahkan karena manusia matipun yang hilang itu hanya kehendak yang dalam arti fenomenal namun yang dalam arti neumenal tetap ada. Jadi kita hanya punya solusi-solusi temporer untuk meredam atau menakhlukan kehendak.

Selain kehidupan bertapa, dari sinilah masuk seni dan estetika. Seni memberi jalan temporer atas kesengsaraan yang disebabkan oleh kehendak manusia karena seni adalah wujud dari kehendak transcendental yang mendorong tindakan manusia. Inilah seni menurut Schopenhauer. Kenapa bisa diwujudkan/ dibentuk dengan seni ? inilah peran seniman. Seniman adalah seorang genius dalam arti ‘ARTISTIC GENIUS’, karena ia mampu merangkum, meringkas realita, kejadian atau peristiwa-peristiwa yang ada disekelilingnya. Jadi periode sejarahnya dan dengan imajinasinya dia, dia menghayal untuk berimajinasi, ia memperhatikan sekelilingnya, berimajinasi kemudian dibantu kemampuan teknisnya dia mampu menciptakan sebuah objek kedalam sebuah benda.
Dan sekarang peranan penonton seni ketika kita berhubungan dengan kesenian, ketika kita meihat karya, karya itu benar-benar menyentuh kita dan kita merasakan ini bagus, keren, pokoknya kita tersentuh dalam hal apapun itu, kita bersinggungan, kita bertemu dengan apa yang disebut dengan kehendak transcendental itu lewat kesenian. Kita memahami kehendak transcendental tadi yang menurut Schopenhauer merupakan sebuah penakhlukan, caranya memang berbeda dengan bertapa berpuasa, tapi dengan memahami kehendak transcendental tadi kenapa kita melakukan apa yang kita lakukan itu merupakan sebuah penakhlukan. Ini adalah salah satu bentuk moment genius menurut Schopenhauer

Francisco de Goya, The Second of May 1808, 1814

Jadi kegeniusan artistic itu terletak pada bagaimana seniman mampu memperhatikan isu-isu atau peristiwa atau kejadian yang penting pada gambarnya dengan menggunakan imajinasinya dan kemampuan teknisnya untuk menciptakan sebuah objek.

Seni yang dianggap mampu memahami keinginan transcendental adalah seni murni (patung, lukisan, teater/ tari, music sastra). Menurut Schopenhauer yang ia maksud adalah hanya seni murni. Schopenhauer mengkategorikan Hierarki seni murni;
1.         Musik
2.       Puisi
3.       Lukisan bersejarah dan patung
4.       Desain taman/landscape
5.       Arsitektur

Menurut Schopenhauer, music dan puisi jauh lebih murni daripada seni-seni patung, arsitektur karena bersifat Universal. Yang dianggapnya penting adalah historical painting.

FRIEDRICH NIETZSCHE (1844-1900)


Lahir di Rocken, tahun 1844, Nietzsche mendapatkan pendidikan terbaik, hingga kuliah bidang Filologi di Universitas Bonn dan Leipzig. Seumur hidupnya Nietzsche sakit-sakitan (migren, insomnia, disentri, dipteri, sifilis) tapi tetap menulis bahkan ketika setengah buta. Teman dekat kemudian musuh composer Richard Wagner. Karya-karya terbesar Nietzsche adalah The Birth of Tragedy; Human, All Too Human; Thus Spoke Zarathustra; The Will to Power.

Pada masanya, di Jerman ada rasa rasionalisme yang sangat kuat. Di tahun 1871 perang Rusia-Perancis kemudian Jerman disatukan jadi Jerman wilayah besar yang mempengaruhi psikisnya untuk sebuah Negara. Ini juga kejadiannya bersamaan dengan pola pikir yang scientific yang dimana banyak menemukan penemuan-penemuan penting yang membentuk pola pikir yang sangat scientific. Menurut Nietzsche, di masyarakat yang scientific ini seperti tidak ada lagi ruang untuk kehidupan spiritual yang biasanya dijalankan melalui agama, seperti tidak ada lagi ruang untuk Tuhan, maka dari itu dibukunya berisi God is death sehingga pemikiran Nietzsche ini sering disalah gunakan oleh berbagai macam pihak mulai dari yang penting-penting seperti beberapa partai.

Pengaruh Schopenhauer berpengaruh pada Nietzsche karena membahas tentang manusia itu tidak hanya berakal saja melainkan punya kehendak macam-macam, aneh, tidak jelas, namun tidak bisa dipungkiri karena merupakan naluri seorang manusia. Bedanya Schopenhauer bahwa kehendak harus diredam, ditakhlukan, dan seni berguna karena menakhlukan keinginan, Nietzsche mengatakan yang bertolak belakang, menurutnya kehendak itu justru harus dipupuk, harus dijabanin karena kehendak itu adalah kunci dari kreativitas manusia itu. Manusia baru menjadi manusia yang seutuhnya ketika ia menjadi kreatif. Menurutnya, seni adalah yang lebih penting, seni lebih penting dari ilmu pengetahuan, lebih penting dari agama, lebih penting dari moralitas.

Jika tadi Schopenhauer mengatakan naluri dasar manusia adalah kehendak untuk hidup, will-to-live, Nietzsche mengatakan naluri dasar manusia adalah will-to-Power, kehendak untuk menguasai, kehendak untuk berkuasa. Namun kehendak yang dimaksudkan bukan untuk menguasai orang lain melainkan adalah kehendak untuk menguasai diri sendiri.

Menurut Nietzsche apa yang disebut ‘Overman’, manusia yang independen, manusia yang orsinil, manusia yang bukan lagi budak, yang kreatif. Manusia yang seutuhnya bukan lagi manusia yang berakal, bernalar namun justu merupakan manusia yang mampu memenuhi segala potensinya secara kreatif, tidak lagi diperbudak oleh massa, tidak lagi diperbudak oleh norma-norma atau normalitas. Jadi itu merupakan penguasaan atau power yang dimaksud Nietzsche.

Seni yang mempunyai peran penting. Ini dipengaruhi oleh Scopenhauer, seni adalah caara untuk memahami kehidupan, Nietzsche juga setuju bahkan lebih dari itu, seni itu oleh Nietzsche Nietzsche digunakan sebagai alat atau kunci yang membuka perangkap (potensi kreatif manusia) dan menjadikan manusia utuh. Dalam kesenian ada 2 aspek yaitu;
1.         Apolonian : Berasal dari dewa-dewa Yunani kuno, Apolo adalah dewa sinar (memberi kejelasan)
2.       Dionisian : Dionisian merupakan dewa anggur, dewa hura-hura (dewa mabuk)

Menurutnya, kesenian itu harus punya 2 aspek ini; seni memberi kejelasan tapi seni harus memberi aspek kemabukan untuk membawa keluar ke batas akal sehat. Ke 2 aspek ini harus ada di dalam proses artistic. Menurut Nietzsche, seni bukan hanya kegiatan yang kita lakukan, kita buat karya atau ingat di era Renaisans dan Realism, fungsi seni itu sebagai cermin dunia, menurut Nietzsche hidup itu belum ada makna bila belum ada seni.
Read More




Friday, November 22, 2013

Estetika Idealisme Jerman Abad ke-19

 G.W.F Hegel

Bentuk simbolik, klasik, dan Romantik


Georg Wilhelm Friedrich Hegel (lahir 27 Agustus 1770 – meninggal 14 November 1931) merupakan salah satu tokoh terpenting dari periode Idealisme Jerman. Karya terpentingnya alalah The Phenomenology of Spirit. Ia berkarir di University of Berlin hingga menjabat sebagai Rektor di tahun 1830. Hegel sepennuhnya hidup sebagai akademisi, mengajar kuliah dalam bidang Estetika, filsafat agama, filsafat sejarah dan sejarah filsafat.

Konsep kunci dalam filsafat Hegel :
1.         Dialektika
2.       Roh
3.       Kesadaran diri
4.       Kebebasan

1. Dialektika


Dialektika adalah sebuah pola atau jenis argumentasi yang melibatkan tesis lalu ada penyanggahnya atau penyangkalan yaitu anti-thesis yang menghasilkan sintesis atau jawaban baru. Ada thesis, suatu pola yang dianggap benar kemudian ide ini disangkal oleh pengargumentasinya dan kemudian terciptalah jawaban baru yang merupakan gabungan antara thesis dan anti-thesis. Salah satu contoh dimana pola argumentasi dipakai adalah Plato. Jadi kalau kita membaca buku Plato, tulisannya berbentuk dialog. Ketika Plato ingin membicarakan filosofinya, ia akan menuliskan tokoh-tokoh seperti Sokrates. Sokrates lagi ngobrol dengan orang lain dan dari dialog ini terpaparlah, diomongin pemikirannya. Misalnya Sokrates menanyakan apa yang kamu pikirkan tentang blablabla… lalu lawan bicaranya akan memaparkan pendapatnya, menurut saya gini gini… dan mereka akan berdialog dan dialog ini akan mengikuti pola dialektika.

Sebelum Hegel, dialektika hanya dianggap sebagai pola argumentasi untuk mencari jawaban dasar, prinsip-prinsip dasar. Argumentasi memiliki banyak cara dan argumentasi digunakan untuk mencari jawaban dasar. Uniknya Hegel, pola dialektika ini digunakan untuk menjelaskan sejarah. Sejarah itu berkembang, sejarah itu berevolusi dan menurut Hegel evolusi sejarah itu terjadi secara dialektis. Jadi sejarah itu tidak hanya berjalan saja tapi ada thesis yang dimana titik suatu sejarah itu benar kemudian thesis itu akan menemukan penyanggahan atau penyangkalan dari thesis dan anti-thesis ini berevolusi secara dialektis yang disebut dengan dialektika sejarah Hegel.

Sejarah terdiri dari apa yang disebut dengan “Roh”

2. Roh

Roh atau spirit atau Geist atau semangat zaman

Menurut Hegel, tiap  periode itu memiliki semangat zaman dan semangat zaman ini terbentuk dari ide-ide yang kita sepakati dalam masyarakat. Jadi menurut Hegel, ide atau gagasan itu sifatnya tidak subjektif melainkan objektif dan ide yang sosial ini membentuk Roh sejarah, semangat zaman. Ide yang kita miliki misalnya kita harus lulus kuliah, kita harus sopan, kita harus jujur, ide-ide yang tidak hanya dari kita semua tapi ide itu datangnya juga dari sekitar kita. Ide-ide itu bersifat sosial dan ide-ide yang bersifat sosial ini membentuk apa yang kita sebut dengan semangat zaman.

Roh inilah yang menurut Hegel berkembang secara dialektis. Menurut Hegel, yang membentuk Roh atau semangat sebuah zaman itu adalah self-consciousivess (kesadaran diri)

3. Kesadaran Diri

Kesadaran diri adalah gagasan yang secara umum dipasang atau disepakati oleh suatu masyarakat dan gagasan ini pada awalnya dipahami secara individu kemudian berkembang lebih canggih yang berasal dari sekitar. Dan inilah yang disebut Hegel dengan Budaya. Menurut Hegel budaya bukan hanya sekedar adat istiadat tapi sebuah norma-norma atau gagasan yang disepakati secara umum oleh suatu masyarakat atau kelompok.

4. Kebebasan

Hegel adalah seorang filsuf yang hidup di peralihan abad 18 ke 19, ia sadar akan adanya revolusi Prancis ketika rakyat Prancis menentang rajanya dan berusaha membebaskan diri mereka dari kekuasaan Raja. Iklim perlawanan seperti itu membuat pemikir di Eropa pada masa itu mulai memikirkan soal kebebasan. Apa yang dimaksud dengan kebebasan ? Apakah kebebasan itu hanya sekedar melawan Raja ? Apakah kebebasan itu hanya semacam membangkang dari norma yang ada ? Apakah kebebasan itu hanya kemampuan untuk melakukan keinginan sendiri saja ? Apakah kebebasan hanya seperti itu ? dan menurut Hegel, manusia atau seseorang menjadi bebas ketika ia menyadari segala potensi-potensi dirinya dan merealisasikan potensi dirinya. Upaya menjadi bebas merupakan upaya perealisasian potensi dirinya. Misalnya manusia memiliki banyak kemampuan, manusia bisa ini itu, manusia bisa banyak melakukan banyak hal, memiliki banyak potensi. Menurut Hegel itulah yang disebut dengan potensi kebebasan. Manusia bergerak mewujudkan potensi-potensinya. Inti kebebasan untuk Hegel tidak semata melawan atau membangkang atau melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan kita tetapi terletak di potensi tiap individu yang bisa melakukan macam-macam dan bergerak melakukan potensi, mewujudkan potensi.

Seni menurut Hegel adalah ekspresi Roh dan Roh itu selalu berkembang secara dialektis dan roh itu dalam perkembangannya selalu berusaha menjadi bebas, selalu memenuhi potensi dirinya yang masih dalam arti semangat zaman yang terdiri dari kesadaran diri kolektif. Karena Roh selalu berubah, seni juga menjadi memiliki tahapan-tahapan ;
1.         Tahap atau periode simbolik
2.       Periode klasik
3.       Periode Romantik

1. Tahap atau periode simbolik



Yang menjadi bentuk-bentuk keseniannya : shpinx, piramida mesir, kuil dan candi, berbentuk abstrak yang tidak kita ketahui tanda-tanda yang bisa kita baca. Menurut Hegel hal ini merupakan sebagai semangat zaman yang belum bebas. Belum merealisasikan potensi dirinya. Manusia pada masa ini dengan kesadaran dirinya belum mengetahui dan emmenuhi potensi dirinya.

2. Periode Klasik

Periode Yunani Kuno


Pada masa ini, Roh atau masyarakat zaman Yunani Kuno sudah bebas. Mereka tau potensi diri mereka dan memenuhi potensi dirinya. Potensinya pada saat itu adalah manusia yang bernalar. Menurut Hegel mereka memenuhi potensi diri mereka dan menjadi bebas. Bentuk-bentuk kebebasannya mencerminkan atau mengekspresikan kebebasan melalui patung-patung. Manusia dengan proporsi realistis, manusia bermartabat. Manusia digambarkan sebagai manusia, manusia memiliki rasa malu. Kesenian melahirkan sebuah Pure Beauty, kesenian sejati yang terlihat ketika kesenian menjadi ekspresi roh yang bebas memenuhi potensi diri.

3. Periode Romantik

Roh melampaui ide atau potensi bahwa mereka bukan hanya makhluk bernalar saja. Melampaui kebebasan, melampaui nalar. Jadi bentuk seni yang dihasilkan melampaui itu semua.


Eugene Delacroix, The Death of Sardanapalus, 1827





Francisco de Goya, Saturn Devouring one of His Children, 1821-23






JMW Turner, The Fighting Temeraire, Tugged to her Last Berth to be Broken up, 1838

Read More




Thursday, November 14, 2013

Estetika Zaman Pencerahan

  • Immanuel Kant


Immanuel Kant (lahir di Königsberg, Kerajaan Prusia, 22 April 1724 – meninggal di Königsberg, Kerajaan Prusia, 12 Februari 1804 pada umur 79 tahun). Kant dianggap salah satu pemikir zaman pencerahan yang terpenting. Ia menyelesaikan studi dan menjabat Profesor di Universitas Königsberg. Dia secara rutin menyajikan kuliah tentang geografi fisik. Hal ini dilakukannya sepanjang tahun sampai tahun 1796. Dalam pengantar kuliahnya, dia selalu menegaskan tempat geografi dalam dunia ilmiah. Dia memberikan landasan falsafi bagi geografi sebagai pengetahuan ilmiah. Kant merupakan anak dari seorang pembuat sadel dan tidak pernah meninggalkan kota kelahirannya.

Immanuel Kant memiliki filsafat yang berbeda dengan yang lainnya dikarenakan filsafat mulai memikirkan dirinya sendiri. Kehidupan Kant dapat dibagi atas dua periode, yakni masa praktis dan masa kritis. Ketika ia mengenal pemikiran Hume, Kant mengubah filsafatnya secara radikal dan menjadi filsafat Kritis (kritisisme) sebagai lawan dari ‘dogmatisme’. Menurut Kant, kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio. Filsafat Kant kritis dan tidak dogmatis (percaya begitu saja pada kemampuan rasio tanpa penyelidikan terlebih dahulu). Dogma filsafat pada awalnya diketahui namun tidak dipertanyakan. Asumsi manusia adalah makhluk berakal. Kritik atas Rasio manusia pada filsafat Kant mempertanyakan apa itu manusia.

Hubungannya dengan estetika yaitu pertimbangan atau penilaian estetis datang dari sebuah jenis akal tersendiri. Ada tiga karya besar Kant, ketiga karya masing-masing disebut sebagai ‘Kritik :
1.    . ‘Kritik atas Rasio Murni; (Critique of Pure Reason, 1781): Epistemologi – Mengetahui bagaimana pengetahuan itu terbentuk
2.        ‘Kritik atas Rasio Praktis’ (Critique of Practical Reason, 1788): Etika – Melakukan bagaimana manusia bersikap.
3.            . ‘Kritik atas Daya Pertimbangan’ (Critique of Judgement, 1790): Estetika – Merasakan Pleasure of Beauty


Epistemologi

1.         Kritik atas Rasio Murni

Pada 1781, Kant mengkritik bahwa semua pengetahuan bersifat analitik dan bersumber dari Rasio Murni, menyatakan ada pengetahuan yang bersifat sintetik dan a priori dan revolusi kopernikan. Membahas apa yang dimaksud dengan pengetahuan. Pengetahuan atau gagasan pada saat itu :
a.       Analitik : Kesimpulan sudah diketahui dari subjeknya, kesimpulan dan subjek memiliki hubungan mutlak.
Contoh :
- Pohon mangga itu pohon
- ibu itu adalah wanita (zaman empiris)

b.       Sintetik : Ada unsur a priori atau ide bawaan.
Contoh:
- Pohon itu sangat tinggi
- Wanita itu sangat cantik.

Kesimpulan mempunyai hubungan mutlak dengan sbujek.

Menurut Kant, ada dunia lain selain dunia yang kita tinggali. Kesimpulan diambil tanpa sepenuhnya merujuk pada apa yang ada di dunia.

Kant membagi Rasio menjadi 3, yaitu:
1.          Rasio Murni         : Stimulan atau dorongan untuk mengetahui apa yang kita ketahui.
2.        Rasio Praktis      : Kemampuan kita untuk mendorong tindakan
3.       Rasio Daya Pertimbangan            : Mendorong kita untuk merasakan


2.        Kritik atas Rasio Praktis

Pada tahun 1788, Rasio Praktis dijelaskan sebagai stimulant tindakan dan kehendak kita di dunia. Menurut Kant, keinginan tersebut merupakan dorongan dari rasio praktis.

Ide merupakan Imperatif Kategoris yang berarti semua tindakan yang dilakukan harus pada saat bersamaan sesuai dengan yang diinginkan untuk menjadi sebuah hukum yang universal. Rasio Praktis memberi perintah atas tindakan kita yang sama untuk semua manusia tanpa terkecuali. Rasio Praktis bersifat universal.


3.      Kritik atas Daya Pertimbangan.

Kritik atas Daya Pertimbangan muncul pada 1790. Daya pertimbangan merupakan bagaimana kita merasakan, analitik mengenai keindahan (Analytic of the beautiful), dan pertimbangan akan selera (judgement of taste).

Ananlitik mengenai keindahan. Keindahan berharga karena memberikan rasa senang (pleasure). Macam-macam rasa senang berdasarkan asalnya :
1.         The Agreeable : keindahan yang datang dari fisik (Cth: makanan enak)
2.       The Good : Keindahan yang bersifat mental ( Cth: Bertemu dengan orang santun, ramah)
3.        Beauty : Keindahan yang memiliki aspek-aspek keindahan.

Menurut Kant, ada dua macam keindahan :
1.         Keindahan yang bebas (free beauty) : mengandaikan tidak adanya konsep yang menjelaskan seperti apa sebuah objek.
2.       Keindahan yang terkondisi atau bersyarat (dependent beauty) : mengandaikan sebuah konsep untuk  menjawab kesempurnaan sebuah objek.

Aspek dari keindahan :
1.        Kualitas                : Kualitas (tanpa pamrih, Independent of all interest)
2.     Kuantitas (keindahan)      : keindahan tidak memberi kesenangan pada perorangan, melainkan secara apriori harus berlaku untuk semua orang (subjektif universal).
3.  Relasi (Purposivness without purpose): memiliki aspek teleologi yang berarti semua hal itu pasti mempunyai tujuan tertentu.
4.     Keniscayaan atau modalitas : pertimbangan estetis bukan pertimbangan kognitif yang memberikan kita pengetahuan namun merupakan aktifitas subjek (estetis) dan karena bersifat subjektif.


1.        Kualitas (Disinterested)

Perimbangan tanpa pamrih adalah mengambil sikap pertimbangan atas nilai yang melekat pada benda atau karya seni itu sendiri dan tidak tergantung pada moralitas, manfaat, keuntungan pribadi atau kepuasan inderawi. Jika nilai estetis yang diberikan adalah sebagai akibat dari sikap kontemplatif demikian, maka pertimbangan estetis menjadi ‘tanpa-pamrih’. Memberi kesenangan tanpa pamrih, terlepas dari kepentingan pribadi.

Pertimbangan estetis ini bukan pertimbangan kognitif yang memberikan kita pengetahuan, namun merupakan aktivitas subjek (estetis) dan karenanya bersifat subjektif. Pertimbangan estetis tidak bekerja melalui konsep-konsep juga tidak berkaitan dengan pengetahuan pernyataan logis, melainkan dengan perasaan ‘senang atau tidak senang’ subjek terhadap representasi sebuah objek.


2.       Kuantitas (Universality)

Kuantitas – The beautiful is that which, apart from concepts, is represented as the Object of a universal delight

Universal : terbuka ruang untuk orang lain menyetujui potensi untuk bersifat universal. Keindahan tidak memberi kesenangan pada perorangan melainkan secara apritori hanya berlaku bagi semua orang (subjektif universal). Bagi Kant, keindahan bukan merupakan hasil deduksi pengalaman perorangan melainkan sebagai sesuatu yang diandaikan sebagai kondisi pertimbangan estetis dalam budi (vernunfit).


3.      Relasi atau Finalitas (Teleology)

Maksudnya adalah se,mua hal yang ada pasti punya tujuan akhir.

Purposiveness without purpose, tujuan benda-benda indah tidak perlu diwujudkan pada benda itu sendiri. Purposiveness without purpose seakan-akan punya tujuan. Contohnya lukisan.


4.       Modalitas (Rasa senang yang niscaya)

Keindahan adalah apa yang lepas dari konsep,, dan ditangkap sebagai objek yang memberikan rasa senang secara ‘niscaya’. Keindahan itu memberikan rasa senang bukan karena kita memahaminya secara nalar, tetapi karena objek seni itu memang merupakan sumber yang memberikan kesenangan. Bukan berarti orang lain akan bilang bagus bila kita bilang bagus, tapi niscaya penilaian semua orang akan sama atau orang lain punya pertimbangan yang sama. Kalau benar-benar indah seharusnya mengundang penilaian yang sama.


The Sublime
‘yang sublime keluar dari batasan-batasan, nyaris tidak masuk akal. Menurut Kant ‘yang sublim’ adalah suatu pertimbangan yang mengacu pada dirinya sendiri. Artinya, subjek tidak memiliki kriteria untuk membandingkannya dengan yang lain namun yang sublime juga mempunyai nilai universal. Kant membagi menjadi dua cara untuk mempresentasikan objek sebagai ‘yang sublim’ :
1.        Kesubliman Matematis:  Bila aktivitas budi (imajinasi) dalam mengalami yang sublime melibatkan kemampuan ‘pengertian’ atas objek-objek (kesubliman menurut kuantitas).. Ukuran melebihi ukuran normal. Contoh : pyramid, the great wall, sphinx. Nyaris tidak masuk akal namun terukur
2.       Kesubliman Dinamis: (affection of the imagination) jika gerak budi (imajinasi) yang melibatkan kemampuan ‘hasrat’ atas objek-objek (kesubliman menurut kualitas);. Dalam pertimbangan estetis, alam adalah kekuatan yang tidak memiliki otoritas atas diri kita. Contoh : berdiri di tepi jurang, bagaimana kalau jatuh ? melampaui rasio ambang batas akal manusia.


‘yang sublim’ harus selalu besar dan bersifat kolosial, tidak mengenal batas dan mengundang imajinasi (melampaui rasio). Berhadapan dengan yang sublime, orang mengalami rasa kagum dan gentar. Rasa puas yang ditimbulkannya berbeda, karena keindahan menimbulkan rasa puas yang dceria dan ringan; sedangkan sublimitas menimbulkan rasa puas yang berat dan serius. Keindahan menimbulkan rasa puas yang positif, sedangkan sublimiitas menimbulkan rasa puas yang negative.
Read More




Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML