Saturday, December 14, 2013

Estetika dan Teori Kritis

Teori kritis adalah sebuah intelektual atau arus intelektual yang dikembangkan di awal abad 20, dikembangkan di Universitas Frankfurt school dan dikembangkan oleh sekelompok pemikir yang dikenal sebagai Mazhab Frankfurt. Menurut mereka semua ide sosial tidak ada yang sifatnya netral. Ide-ide sosial misalnya seperti kekuasaan selalu memiliki ide-ide tertentu. Teori kritis ini memberi pemahaman baru tentang estetika dan kesenian.

Theodor Adorno dan Max Horkheimer merupakan 2 tokoh penting dari Mazhab Frankfurt dan mereka mempunyai kritik terkenal terhadap apa yang mereka sebut sebagai “industry budaya”. Mereka mengkritik dampak industrialisasi pada budaya terutama gejala yang disebut dengan kebudayaan moral atau mess culture.


THEODOR ADORNO (1903-1969)


Theodor Adorno merupakan filsuf dan musikolog asal Jerman, ia merupakan tokoh dari Mazhab Frankfurt. Terasingkan di AS dan Inggris pada masa PD II, karya terbesarnya adalah Dialectics  dan Minima Moralia.


MAX HORKHEIMER (1895-1973)


Max Horkheimer merupakan filsuf dan sosiolog asal Jerman serta tokoh dari Mazhab Frankfurt. Ia pernah menjadi direktur di Institute for Social Research yang berpengaruh besar pada arahan “Mazhab Frankfurt”. Karya terbesarnya adalah Dialectic of Enlightenment  dan The Authoritarian State.

Dibuku Dialectic of Enlightenment  ini ada suatu bagian kritik terhadap ‘industri budaya’. (culture industry). Jadi secara garis besar Theodor Adorno dan Max Horkheimer menganggap bahwa industry terutama industry industry mesin itu telah menjadikan budaya sebagai semacam pabrik yang mencetak produk-produk budaya. Sebelumnya budaya itu dianggap sebagai sesuatu yang terjadi secara natural dan karena budaya itu, manusia berekspresi menciptakan karya seni, jadi karya seni adalah ekspresi budaya mereka. Kata Adorno dan Horkheimer setelah industrialisasi, budaya itu menjadi sebuah pabrik, pabrik yang mencetak prodik-produk kebudayaannya seperti karya seni sehingga karya seni itu menjadi kehilangan nilainya. Sekarang karya seni itu menjadi produk yang dicetak secara masal. Contohnya film. Asal muasal film itu adalah kinestoskop yang dibuat oleh Thomas Alfa Edison dengan membuat seluloit. Akhirnya fotografi berkembang menjadi film, film itu merupakan citra bergerak, gambar yang bergerak cepat. Dengan pita seluloit orang jadi bisa buat gambar itu seakan-akan bergerak.



Pemutaran kinestoskop di Chiago, 1894


Jadi didalamnya ada pita seluloitnya dan dari dalam gambarnya. Ini kinestoskop yang dibuat oleh Thomas Alfa Edison. Tapi pada awalnya film hanya bisa ditonton sendirian, namun akhirnya berkembang dan dibawa ke Amerika, Eropa sampailah ke Perancis diantara banyaknya orang yang menonton di kinestoskop, diantaranya ada Lumiere bersaudara. Lumiere brother’s, mereka menciptakan kalau tadi Edison menciptakan pita seluloit dan alat pemasangnya kinestoskop, Lumiere brother’s mengembangkannya lebih lanjut dengan alat yang menggabungkan kinestoskop dan proyektor. Kalau tadi orang nonton kinestoskop sendiri-sendiri, dengan kinestoskop yang digabungkan ke proyektor, orang bisa nonton bersama. Film bergerak tadi bisa ditonton orang banyak dan sangat mempengaruhi perfileman sehingga sekarang bisa muncul bioskop. Di periode ini, akhir awal abad 19 dan awal abad 20 mulai dibuat film ekpiremental penting (film bisu komedi).



Jadi bentuk hiburan baru, sebelumnya bentuk hiburan orang dengan pergi ke tempat ini seperti carnival. (The Jumping horse, carry –us all) hiburan mural dan dengan proyektor, hiburan datangke orang masal itu, bukan mereka yang datang kehiburan tapi hiburan yang datang ke orang-orang itu dan ini  menjadi alasan kenapa film menjadi hiburan popular. Massa diawal abad 20an, di tahun 1900an awal, film sudah menjadi visual yang paling popular daripada poster dan fotografi. Mulai dari era film bisu oleh salah satu sutradara terkenal Prancis yaitu George Meliye. Awalnya film bisu karena susah menghubungkan suara dan efeknya. Maliye terkenal dengan film fantasinya juga yang judulnya perjalanan ke bulan (Trip to the moon) dan ini pewarnaannya secara manual (th 1920an) dan pitanya juga diwarnai sendiri. Pada zaman film bisu, kalaupun ada suara itu biasanya live, ada bandnya atau narasi projek soundesnya. Lalu ekperimentasi untuk menggabungkan antara film dan suara itu terus berkembang hingga pada tahun 1927, Hollywood, sebuah studio di Hollywood namanya wonder brothers meluncurkan film Jazz singer dan ini adalah film dengan suara pertama, Einstein mengeluarkan kinestoskop sektiar 30 tahun sebelumnya. Jadi dalam 30 tahun relative cepat, film sudah bergerak dari ekperimental menjadi indsutri. Sebenarnya benih perindustrian film sudah muncul ketika para produsernya melihat dari proyektor bisa mendapatkan untung, semakin banyak orang yang datang untuk nonton, semakin banyak untung yang mereka dapat. Film juga sudah menjadi sebuah industry bukan lagi sebagai karya seni yang menjadi ekspresi jiwa seseorangdan itu di kritik oleh Adorno dan Horkheimer, bagi mereka film sebagai hiburan popular adalah produk yang mereka sebut dengan industry. Masalahnya dengan produk-produk seperti ini, bukan karya seni tapi produk mural (sesuatu yang bernilai karena mempunyai harga), film-film popular seperti majalah atau komik itu bermasalah karena sifatnya generic, tidak membuat orang mendapatkan kenikmatan estetis, hanya membuat orang tergiur secara pasif sedangkan menurut mereka, budaya itu seharusnya menciptakan seni atau fine art yang mampu memberikan orang kenikmatan estetis. Jadi disini hal-hal seperti music pop, komik bagi mereka yang seperti ini tidak masuk ke karya seni tapi hanya dianggap sebagai produk budaya.

Point ke 2, Horkheimer dipengaruhi oleh sebuah teori Karl Max, Karl Max adalah pencetus materialisme. Karl Max memiliki suatu konsep yang disebut sebagai materialism historis , menurutnya masyarakat berkembang dengan memproduksi barang-barang yang mereka wujudkan untuk kelangsungan hidupnya. Industri budaya menurut Adorno dan Horkheimer itu berbahaya karena  terus mencetak dan memproduksi barang-barang seperti film atau komik seperti itu yang dianggap orang mereka butuhkan padahal sebenarnya produk-produk industry budaya itu tidak dibutuhkan oleh konsumennya karena hanya masih hiburan semu saja. Celakanya, konsumen merasakan mereka membutuhkan. Sebenarnya tidak jauh dari memberikan untung kepada pemilik modal.

Point ke 3, estetika sebagai kritik sosial. Dari sini, estetik sudah tidak membicarakan keindahan, kebenaran tapi Adorno dan Horkheimer mereka membicarakan kesenian, kebudayaan. Mereka mengajukan sebuah kritik tentang keadaan sosial. Bagaimana seni sebagai produk kebudayaan mempengaruhi orang banyak dan bagaimana masyarakat merespon mereka. Disini sudah kelihatan bahwa estetika bisa dijadikan alat untuk mengkritik keadaan sosial. Menurut mereka, seni itu seharusnya bernilai lebih bukan sekedar untuk produk indsutri.


WALTER BENJAMIN (1892-1940)


Walter Benjamin merupakan sastrawan, kritikus sosial dan filsuf asal Jerman. Ia merupakan tokoh dari Mazhab Frankfurt, anak dari keluarga Yahudi yang berada dan karya terbesarnya adalah The Arcodes Project dan Illuminations. Tapi disini ada 1 essay Benjamin yang penting, judulnya adalah karya seni dalam era reproduksi mesin. Benjamin setuju dengan pendapat Adorno dan Horkheimer, ia juga beranggapan bahwa dulu sebelum era indutrialisasi, sebelum era pabrik, seni itu bersifat murni, masih memiliki kenikmatan-kenikmatan tertentu dan ini adalah dampak jeleknya era reproduksi mesin seperti poster, foto, film. Ia mengatakan sebenarnya reproduksi itu bukan suatu hal yang baru. Reproduksi itu sudah ada dari jaman bahula. Tapi bedanya di zaman modern dengan adanya reproduksi oleh mesin, sekarang reproduksi mesin dibuat dalam jumlah yang banyak dengan waktu yang sangat cepat. Dari sini ia membedakan reproduksi mesin dengan reproduksi. Reproduksi adalah apa yang kita sebut dengan otensitas dan aura sebuah produksi. Jadi menurut Benjamin, karya yang original, yang asli memiliki otensitas, otensitas dalam arti disini adalah keberadaan karya itu di lokasi tertentu dan dititik sejarah tertentu. Contohnya Monalisa ketika dibuat oleh Da Vinci, ia berada di lokasi tertentu, di Itali dan berada di titik sejarah tertentu, Renaisans. Dan otensitas inilah yang tidak ada dimilki oleh gelas gambar Monalisa ini. Inilah yang membedakan karya seni dan juga karya seni yang asli, yang orisinil memiliki aura. Aura merupakan sesuatu yang sifatnya abstrak, tidak bisa dijelaskan, hanya bisa dirasakan dan hanya dimiliki oleh karya seni yang otentik. Menurut Benjamin, sebagus-bagusnya jiplakan yang dibuat mesin tapi tetap saja kita tidak memiliki, tidak mendapatkan pengalaman yang sama ketika kita melihat karya seni yang orisinil.




Subscribe to Our Blog Updates!




Share this article!

No comments:

Post a Comment

Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML