Thursday, November 14, 2013

Estetika Zaman Pencerahan

  • Immanuel Kant


Immanuel Kant (lahir di Königsberg, Kerajaan Prusia, 22 April 1724 – meninggal di Königsberg, Kerajaan Prusia, 12 Februari 1804 pada umur 79 tahun). Kant dianggap salah satu pemikir zaman pencerahan yang terpenting. Ia menyelesaikan studi dan menjabat Profesor di Universitas Königsberg. Dia secara rutin menyajikan kuliah tentang geografi fisik. Hal ini dilakukannya sepanjang tahun sampai tahun 1796. Dalam pengantar kuliahnya, dia selalu menegaskan tempat geografi dalam dunia ilmiah. Dia memberikan landasan falsafi bagi geografi sebagai pengetahuan ilmiah. Kant merupakan anak dari seorang pembuat sadel dan tidak pernah meninggalkan kota kelahirannya.

Immanuel Kant memiliki filsafat yang berbeda dengan yang lainnya dikarenakan filsafat mulai memikirkan dirinya sendiri. Kehidupan Kant dapat dibagi atas dua periode, yakni masa praktis dan masa kritis. Ketika ia mengenal pemikiran Hume, Kant mengubah filsafatnya secara radikal dan menjadi filsafat Kritis (kritisisme) sebagai lawan dari ‘dogmatisme’. Menurut Kant, kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio. Filsafat Kant kritis dan tidak dogmatis (percaya begitu saja pada kemampuan rasio tanpa penyelidikan terlebih dahulu). Dogma filsafat pada awalnya diketahui namun tidak dipertanyakan. Asumsi manusia adalah makhluk berakal. Kritik atas Rasio manusia pada filsafat Kant mempertanyakan apa itu manusia.

Hubungannya dengan estetika yaitu pertimbangan atau penilaian estetis datang dari sebuah jenis akal tersendiri. Ada tiga karya besar Kant, ketiga karya masing-masing disebut sebagai ‘Kritik :
1.    . ‘Kritik atas Rasio Murni; (Critique of Pure Reason, 1781): Epistemologi – Mengetahui bagaimana pengetahuan itu terbentuk
2.        ‘Kritik atas Rasio Praktis’ (Critique of Practical Reason, 1788): Etika – Melakukan bagaimana manusia bersikap.
3.            . ‘Kritik atas Daya Pertimbangan’ (Critique of Judgement, 1790): Estetika – Merasakan Pleasure of Beauty


Epistemologi

1.         Kritik atas Rasio Murni

Pada 1781, Kant mengkritik bahwa semua pengetahuan bersifat analitik dan bersumber dari Rasio Murni, menyatakan ada pengetahuan yang bersifat sintetik dan a priori dan revolusi kopernikan. Membahas apa yang dimaksud dengan pengetahuan. Pengetahuan atau gagasan pada saat itu :
a.       Analitik : Kesimpulan sudah diketahui dari subjeknya, kesimpulan dan subjek memiliki hubungan mutlak.
Contoh :
- Pohon mangga itu pohon
- ibu itu adalah wanita (zaman empiris)

b.       Sintetik : Ada unsur a priori atau ide bawaan.
Contoh:
- Pohon itu sangat tinggi
- Wanita itu sangat cantik.

Kesimpulan mempunyai hubungan mutlak dengan sbujek.

Menurut Kant, ada dunia lain selain dunia yang kita tinggali. Kesimpulan diambil tanpa sepenuhnya merujuk pada apa yang ada di dunia.

Kant membagi Rasio menjadi 3, yaitu:
1.          Rasio Murni         : Stimulan atau dorongan untuk mengetahui apa yang kita ketahui.
2.        Rasio Praktis      : Kemampuan kita untuk mendorong tindakan
3.       Rasio Daya Pertimbangan            : Mendorong kita untuk merasakan


2.        Kritik atas Rasio Praktis

Pada tahun 1788, Rasio Praktis dijelaskan sebagai stimulant tindakan dan kehendak kita di dunia. Menurut Kant, keinginan tersebut merupakan dorongan dari rasio praktis.

Ide merupakan Imperatif Kategoris yang berarti semua tindakan yang dilakukan harus pada saat bersamaan sesuai dengan yang diinginkan untuk menjadi sebuah hukum yang universal. Rasio Praktis memberi perintah atas tindakan kita yang sama untuk semua manusia tanpa terkecuali. Rasio Praktis bersifat universal.


3.      Kritik atas Daya Pertimbangan.

Kritik atas Daya Pertimbangan muncul pada 1790. Daya pertimbangan merupakan bagaimana kita merasakan, analitik mengenai keindahan (Analytic of the beautiful), dan pertimbangan akan selera (judgement of taste).

Ananlitik mengenai keindahan. Keindahan berharga karena memberikan rasa senang (pleasure). Macam-macam rasa senang berdasarkan asalnya :
1.         The Agreeable : keindahan yang datang dari fisik (Cth: makanan enak)
2.       The Good : Keindahan yang bersifat mental ( Cth: Bertemu dengan orang santun, ramah)
3.        Beauty : Keindahan yang memiliki aspek-aspek keindahan.

Menurut Kant, ada dua macam keindahan :
1.         Keindahan yang bebas (free beauty) : mengandaikan tidak adanya konsep yang menjelaskan seperti apa sebuah objek.
2.       Keindahan yang terkondisi atau bersyarat (dependent beauty) : mengandaikan sebuah konsep untuk  menjawab kesempurnaan sebuah objek.

Aspek dari keindahan :
1.        Kualitas                : Kualitas (tanpa pamrih, Independent of all interest)
2.     Kuantitas (keindahan)      : keindahan tidak memberi kesenangan pada perorangan, melainkan secara apriori harus berlaku untuk semua orang (subjektif universal).
3.  Relasi (Purposivness without purpose): memiliki aspek teleologi yang berarti semua hal itu pasti mempunyai tujuan tertentu.
4.     Keniscayaan atau modalitas : pertimbangan estetis bukan pertimbangan kognitif yang memberikan kita pengetahuan namun merupakan aktifitas subjek (estetis) dan karena bersifat subjektif.


1.        Kualitas (Disinterested)

Perimbangan tanpa pamrih adalah mengambil sikap pertimbangan atas nilai yang melekat pada benda atau karya seni itu sendiri dan tidak tergantung pada moralitas, manfaat, keuntungan pribadi atau kepuasan inderawi. Jika nilai estetis yang diberikan adalah sebagai akibat dari sikap kontemplatif demikian, maka pertimbangan estetis menjadi ‘tanpa-pamrih’. Memberi kesenangan tanpa pamrih, terlepas dari kepentingan pribadi.

Pertimbangan estetis ini bukan pertimbangan kognitif yang memberikan kita pengetahuan, namun merupakan aktivitas subjek (estetis) dan karenanya bersifat subjektif. Pertimbangan estetis tidak bekerja melalui konsep-konsep juga tidak berkaitan dengan pengetahuan pernyataan logis, melainkan dengan perasaan ‘senang atau tidak senang’ subjek terhadap representasi sebuah objek.


2.       Kuantitas (Universality)

Kuantitas – The beautiful is that which, apart from concepts, is represented as the Object of a universal delight

Universal : terbuka ruang untuk orang lain menyetujui potensi untuk bersifat universal. Keindahan tidak memberi kesenangan pada perorangan melainkan secara apritori hanya berlaku bagi semua orang (subjektif universal). Bagi Kant, keindahan bukan merupakan hasil deduksi pengalaman perorangan melainkan sebagai sesuatu yang diandaikan sebagai kondisi pertimbangan estetis dalam budi (vernunfit).


3.      Relasi atau Finalitas (Teleology)

Maksudnya adalah se,mua hal yang ada pasti punya tujuan akhir.

Purposiveness without purpose, tujuan benda-benda indah tidak perlu diwujudkan pada benda itu sendiri. Purposiveness without purpose seakan-akan punya tujuan. Contohnya lukisan.


4.       Modalitas (Rasa senang yang niscaya)

Keindahan adalah apa yang lepas dari konsep,, dan ditangkap sebagai objek yang memberikan rasa senang secara ‘niscaya’. Keindahan itu memberikan rasa senang bukan karena kita memahaminya secara nalar, tetapi karena objek seni itu memang merupakan sumber yang memberikan kesenangan. Bukan berarti orang lain akan bilang bagus bila kita bilang bagus, tapi niscaya penilaian semua orang akan sama atau orang lain punya pertimbangan yang sama. Kalau benar-benar indah seharusnya mengundang penilaian yang sama.


The Sublime
‘yang sublime keluar dari batasan-batasan, nyaris tidak masuk akal. Menurut Kant ‘yang sublim’ adalah suatu pertimbangan yang mengacu pada dirinya sendiri. Artinya, subjek tidak memiliki kriteria untuk membandingkannya dengan yang lain namun yang sublime juga mempunyai nilai universal. Kant membagi menjadi dua cara untuk mempresentasikan objek sebagai ‘yang sublim’ :
1.        Kesubliman Matematis:  Bila aktivitas budi (imajinasi) dalam mengalami yang sublime melibatkan kemampuan ‘pengertian’ atas objek-objek (kesubliman menurut kuantitas).. Ukuran melebihi ukuran normal. Contoh : pyramid, the great wall, sphinx. Nyaris tidak masuk akal namun terukur
2.       Kesubliman Dinamis: (affection of the imagination) jika gerak budi (imajinasi) yang melibatkan kemampuan ‘hasrat’ atas objek-objek (kesubliman menurut kualitas);. Dalam pertimbangan estetis, alam adalah kekuatan yang tidak memiliki otoritas atas diri kita. Contoh : berdiri di tepi jurang, bagaimana kalau jatuh ? melampaui rasio ambang batas akal manusia.


‘yang sublim’ harus selalu besar dan bersifat kolosial, tidak mengenal batas dan mengundang imajinasi (melampaui rasio). Berhadapan dengan yang sublime, orang mengalami rasa kagum dan gentar. Rasa puas yang ditimbulkannya berbeda, karena keindahan menimbulkan rasa puas yang dceria dan ringan; sedangkan sublimitas menimbulkan rasa puas yang berat dan serius. Keindahan menimbulkan rasa puas yang positif, sedangkan sublimiitas menimbulkan rasa puas yang negative.



Subscribe to Our Blog Updates!




Share this article!

No comments:

Post a Comment

Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML