- Immanuel Kant
Immanuel
Kant (lahir di
Königsberg, Kerajaan Prusia, 22 April 1724 – meninggal di Königsberg,
Kerajaan Prusia, 12 Februari 1804 pada umur 79 tahun). Kant dianggap salah
satu pemikir zaman pencerahan yang terpenting. Ia menyelesaikan studi dan
menjabat Profesor di Universitas Königsberg. Dia secara rutin
menyajikan kuliah tentang geografi fisik. Hal ini dilakukannya sepanjang tahun
sampai tahun 1796. Dalam pengantar kuliahnya, dia selalu menegaskan tempat
geografi dalam dunia ilmiah. Dia memberikan landasan falsafi bagi geografi
sebagai pengetahuan ilmiah. Kant merupakan anak dari seorang pembuat sadel dan
tidak pernah meninggalkan kota kelahirannya.
Immanuel
Kant memiliki filsafat yang berbeda dengan yang lainnya dikarenakan filsafat
mulai memikirkan dirinya sendiri. Kehidupan Kant dapat dibagi atas dua periode,
yakni masa praktis dan masa kritis. Ketika ia mengenal pemikiran Hume, Kant
mengubah filsafatnya secara radikal dan menjadi filsafat Kritis (kritisisme)
sebagai lawan dari ‘dogmatisme’. Menurut Kant, kritisisme adalah filsafat yang
memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan
batas-batas rasio. Filsafat Kant kritis dan tidak dogmatis (percaya begitu saja
pada kemampuan rasio tanpa penyelidikan terlebih dahulu). Dogma filsafat pada
awalnya diketahui namun tidak dipertanyakan. Asumsi manusia adalah makhluk
berakal. Kritik atas Rasio manusia pada filsafat Kant mempertanyakan apa itu
manusia.
Hubungannya
dengan estetika yaitu pertimbangan atau penilaian estetis datang dari sebuah
jenis akal tersendiri. Ada tiga karya besar Kant, ketiga karya masing-masing
disebut sebagai ‘Kritik :
1. . ‘Kritik
atas Rasio Murni; (Critique of Pure Reason,
1781): Epistemologi – Mengetahui bagaimana pengetahuan itu terbentuk
2. ‘Kritik
atas Rasio Praktis’ (Critique of
Practical Reason, 1788): Etika – Melakukan bagaimana manusia bersikap.
3. . ‘Kritik atas Daya
Pertimbangan’ (Critique of Judgement,
1790): Estetika – Merasakan Pleasure of
Beauty
Epistemologi
1. Kritik
atas Rasio Murni
Pada
1781, Kant mengkritik bahwa semua pengetahuan bersifat analitik dan bersumber
dari Rasio Murni, menyatakan ada pengetahuan yang bersifat sintetik dan a priori
dan revolusi kopernikan. Membahas apa yang dimaksud dengan pengetahuan.
Pengetahuan atau gagasan pada saat itu :
a.
Analitik
: Kesimpulan sudah diketahui dari subjeknya, kesimpulan dan subjek memiliki
hubungan mutlak.
Contoh :
- Pohon mangga
itu pohon
- ibu itu
adalah wanita (zaman empiris)
b.
Sintetik
: Ada unsur a priori atau ide bawaan.
Contoh:
- Pohon
itu sangat tinggi
- Wanita
itu sangat cantik.
Kesimpulan
mempunyai hubungan mutlak dengan sbujek.
Menurut
Kant, ada dunia lain selain dunia yang kita tinggali. Kesimpulan diambil tanpa
sepenuhnya merujuk pada apa yang ada di dunia.
Kant
membagi Rasio menjadi 3, yaitu:
1. Rasio
Murni : Stimulan atau dorongan
untuk mengetahui apa yang kita ketahui.
2. Rasio
Praktis : Kemampuan kita untuk
mendorong tindakan
3. Rasio
Daya Pertimbangan : Mendorong
kita untuk merasakan
2. Kritik
atas Rasio Praktis
Pada tahun
1788, Rasio Praktis dijelaskan sebagai stimulant tindakan dan kehendak kita di
dunia. Menurut Kant, keinginan tersebut merupakan dorongan dari rasio praktis.
Ide
merupakan Imperatif Kategoris yang berarti semua tindakan yang dilakukan harus
pada saat bersamaan sesuai dengan yang diinginkan untuk menjadi sebuah hukum
yang universal. Rasio Praktis memberi perintah atas tindakan kita yang sama
untuk semua manusia tanpa terkecuali. Rasio Praktis bersifat universal.
3. Kritik
atas Daya Pertimbangan.
Kritik
atas Daya Pertimbangan muncul pada 1790. Daya pertimbangan merupakan bagaimana
kita merasakan, analitik mengenai keindahan (Analytic of the beautiful), dan pertimbangan akan selera (judgement of taste).
Ananlitik
mengenai keindahan. Keindahan berharga karena memberikan rasa senang (pleasure). Macam-macam rasa senang
berdasarkan asalnya :
1. The
Agreeable : keindahan yang datang dari fisik (Cth: makanan enak)
2. The Good :
Keindahan yang bersifat mental ( Cth: Bertemu dengan orang santun, ramah)
3. Beauty : Keindahan
yang memiliki aspek-aspek keindahan.
Menurut
Kant, ada dua macam keindahan :
1. Keindahan
yang bebas (free beauty) : mengandaikan tidak adanya konsep yang menjelaskan
seperti apa sebuah objek.
2. Keindahan
yang terkondisi atau bersyarat (dependent beauty) : mengandaikan sebuah konsep
untuk menjawab kesempurnaan sebuah
objek.
Aspek
dari keindahan :
1. Kualitas : Kualitas (tanpa pamrih,
Independent of all interest)
2. Kuantitas (keindahan) : keindahan tidak memberi kesenangan pada perorangan, melainkan
secara apriori harus berlaku untuk semua orang (subjektif universal).
3. Relasi (Purposivness without purpose): memiliki
aspek teleologi yang berarti semua hal itu pasti mempunyai tujuan tertentu.
4. Keniscayaan atau modalitas : pertimbangan
estetis bukan pertimbangan kognitif yang memberikan kita pengetahuan namun
merupakan aktifitas subjek (estetis) dan karena bersifat subjektif.
1. Kualitas
(Disinterested)
Perimbangan
tanpa pamrih adalah mengambil sikap pertimbangan atas nilai yang melekat pada
benda atau karya seni itu sendiri dan tidak tergantung pada moralitas, manfaat,
keuntungan pribadi atau kepuasan inderawi. Jika nilai estetis yang diberikan
adalah sebagai akibat dari sikap kontemplatif demikian, maka pertimbangan
estetis menjadi ‘tanpa-pamrih’. Memberi kesenangan tanpa pamrih, terlepas dari
kepentingan pribadi.
Pertimbangan
estetis ini bukan pertimbangan kognitif yang memberikan kita pengetahuan, namun
merupakan aktivitas subjek (estetis) dan karenanya bersifat subjektif.
Pertimbangan estetis tidak bekerja melalui konsep-konsep juga tidak berkaitan
dengan pengetahuan pernyataan logis, melainkan dengan perasaan ‘senang atau
tidak senang’ subjek terhadap representasi sebuah objek.
2. Kuantitas
(Universality)
Kuantitas
– The beautiful is that which, apart from concepts, is represented as the
Object of a universal delight
Universal
: terbuka ruang untuk orang lain menyetujui potensi untuk bersifat universal.
Keindahan tidak memberi kesenangan pada perorangan melainkan secara apritori
hanya berlaku bagi semua orang (subjektif universal). Bagi Kant, keindahan
bukan merupakan hasil deduksi pengalaman perorangan melainkan sebagai sesuatu
yang diandaikan sebagai kondisi pertimbangan estetis dalam budi (vernunfit).
3. Relasi
atau Finalitas (Teleology)
Maksudnya
adalah se,mua hal yang ada pasti punya tujuan akhir.
Purposiveness
without purpose, tujuan benda-benda indah tidak perlu diwujudkan pada benda itu
sendiri. Purposiveness without purpose seakan-akan punya tujuan. Contohnya
lukisan.
4. Modalitas
(Rasa senang yang niscaya)
Keindahan
adalah apa yang lepas dari konsep,, dan ditangkap sebagai objek yang memberikan
rasa senang secara ‘niscaya’. Keindahan itu memberikan rasa senang bukan karena
kita memahaminya secara nalar, tetapi karena objek seni itu memang merupakan
sumber yang memberikan kesenangan. Bukan berarti orang lain akan bilang bagus
bila kita bilang bagus, tapi niscaya penilaian semua orang akan sama atau orang
lain punya pertimbangan yang sama. Kalau benar-benar indah seharusnya
mengundang penilaian yang sama.
The Sublime
‘yang sublime
keluar dari batasan-batasan, nyaris tidak masuk akal. Menurut Kant ‘yang sublim’
adalah suatu pertimbangan yang mengacu pada dirinya sendiri. Artinya, subjek
tidak memiliki kriteria untuk membandingkannya dengan yang lain namun yang sublime
juga mempunyai nilai universal. Kant membagi menjadi dua cara untuk
mempresentasikan objek sebagai ‘yang sublim’ :
1. Kesubliman
Matematis:
Bila aktivitas budi (imajinasi)
dalam mengalami yang sublime melibatkan kemampuan ‘pengertian’ atas objek-objek
(kesubliman menurut kuantitas).. Ukuran melebihi ukuran normal. Contoh : pyramid,
the great wall, sphinx. Nyaris tidak masuk akal namun terukur
2. Kesubliman
Dinamis:
(affection of the imagination) jika
gerak budi (imajinasi) yang melibatkan kemampuan ‘hasrat’ atas objek-objek
(kesubliman menurut kualitas);. Dalam pertimbangan estetis, alam adalah
kekuatan yang tidak memiliki otoritas atas diri kita. Contoh : berdiri di tepi
jurang, bagaimana kalau jatuh ? melampaui rasio ambang batas akal manusia.
‘yang
sublim’ harus selalu besar dan bersifat kolosial, tidak mengenal batas dan
mengundang imajinasi (melampaui rasio). Berhadapan dengan yang sublime, orang
mengalami rasa kagum dan gentar. Rasa puas yang ditimbulkannya berbeda, karena
keindahan menimbulkan rasa puas yang dceria dan ringan; sedangkan sublimitas
menimbulkan rasa puas yang berat dan serius. Keindahan menimbulkan rasa puas
yang positif, sedangkan sublimiitas menimbulkan rasa puas yang negative.
No comments:
Post a Comment