Friday, November 22, 2013

Estetika Idealisme Jerman Abad ke-19

 G.W.F Hegel

Bentuk simbolik, klasik, dan Romantik


Georg Wilhelm Friedrich Hegel (lahir 27 Agustus 1770 – meninggal 14 November 1931) merupakan salah satu tokoh terpenting dari periode Idealisme Jerman. Karya terpentingnya alalah The Phenomenology of Spirit. Ia berkarir di University of Berlin hingga menjabat sebagai Rektor di tahun 1830. Hegel sepennuhnya hidup sebagai akademisi, mengajar kuliah dalam bidang Estetika, filsafat agama, filsafat sejarah dan sejarah filsafat.

Konsep kunci dalam filsafat Hegel :
1.         Dialektika
2.       Roh
3.       Kesadaran diri
4.       Kebebasan

1. Dialektika


Dialektika adalah sebuah pola atau jenis argumentasi yang melibatkan tesis lalu ada penyanggahnya atau penyangkalan yaitu anti-thesis yang menghasilkan sintesis atau jawaban baru. Ada thesis, suatu pola yang dianggap benar kemudian ide ini disangkal oleh pengargumentasinya dan kemudian terciptalah jawaban baru yang merupakan gabungan antara thesis dan anti-thesis. Salah satu contoh dimana pola argumentasi dipakai adalah Plato. Jadi kalau kita membaca buku Plato, tulisannya berbentuk dialog. Ketika Plato ingin membicarakan filosofinya, ia akan menuliskan tokoh-tokoh seperti Sokrates. Sokrates lagi ngobrol dengan orang lain dan dari dialog ini terpaparlah, diomongin pemikirannya. Misalnya Sokrates menanyakan apa yang kamu pikirkan tentang blablabla… lalu lawan bicaranya akan memaparkan pendapatnya, menurut saya gini gini… dan mereka akan berdialog dan dialog ini akan mengikuti pola dialektika.

Sebelum Hegel, dialektika hanya dianggap sebagai pola argumentasi untuk mencari jawaban dasar, prinsip-prinsip dasar. Argumentasi memiliki banyak cara dan argumentasi digunakan untuk mencari jawaban dasar. Uniknya Hegel, pola dialektika ini digunakan untuk menjelaskan sejarah. Sejarah itu berkembang, sejarah itu berevolusi dan menurut Hegel evolusi sejarah itu terjadi secara dialektis. Jadi sejarah itu tidak hanya berjalan saja tapi ada thesis yang dimana titik suatu sejarah itu benar kemudian thesis itu akan menemukan penyanggahan atau penyangkalan dari thesis dan anti-thesis ini berevolusi secara dialektis yang disebut dengan dialektika sejarah Hegel.

Sejarah terdiri dari apa yang disebut dengan “Roh”

2. Roh

Roh atau spirit atau Geist atau semangat zaman

Menurut Hegel, tiap  periode itu memiliki semangat zaman dan semangat zaman ini terbentuk dari ide-ide yang kita sepakati dalam masyarakat. Jadi menurut Hegel, ide atau gagasan itu sifatnya tidak subjektif melainkan objektif dan ide yang sosial ini membentuk Roh sejarah, semangat zaman. Ide yang kita miliki misalnya kita harus lulus kuliah, kita harus sopan, kita harus jujur, ide-ide yang tidak hanya dari kita semua tapi ide itu datangnya juga dari sekitar kita. Ide-ide itu bersifat sosial dan ide-ide yang bersifat sosial ini membentuk apa yang kita sebut dengan semangat zaman.

Roh inilah yang menurut Hegel berkembang secara dialektis. Menurut Hegel, yang membentuk Roh atau semangat sebuah zaman itu adalah self-consciousivess (kesadaran diri)

3. Kesadaran Diri

Kesadaran diri adalah gagasan yang secara umum dipasang atau disepakati oleh suatu masyarakat dan gagasan ini pada awalnya dipahami secara individu kemudian berkembang lebih canggih yang berasal dari sekitar. Dan inilah yang disebut Hegel dengan Budaya. Menurut Hegel budaya bukan hanya sekedar adat istiadat tapi sebuah norma-norma atau gagasan yang disepakati secara umum oleh suatu masyarakat atau kelompok.

4. Kebebasan

Hegel adalah seorang filsuf yang hidup di peralihan abad 18 ke 19, ia sadar akan adanya revolusi Prancis ketika rakyat Prancis menentang rajanya dan berusaha membebaskan diri mereka dari kekuasaan Raja. Iklim perlawanan seperti itu membuat pemikir di Eropa pada masa itu mulai memikirkan soal kebebasan. Apa yang dimaksud dengan kebebasan ? Apakah kebebasan itu hanya sekedar melawan Raja ? Apakah kebebasan itu hanya semacam membangkang dari norma yang ada ? Apakah kebebasan itu hanya kemampuan untuk melakukan keinginan sendiri saja ? Apakah kebebasan hanya seperti itu ? dan menurut Hegel, manusia atau seseorang menjadi bebas ketika ia menyadari segala potensi-potensi dirinya dan merealisasikan potensi dirinya. Upaya menjadi bebas merupakan upaya perealisasian potensi dirinya. Misalnya manusia memiliki banyak kemampuan, manusia bisa ini itu, manusia bisa banyak melakukan banyak hal, memiliki banyak potensi. Menurut Hegel itulah yang disebut dengan potensi kebebasan. Manusia bergerak mewujudkan potensi-potensinya. Inti kebebasan untuk Hegel tidak semata melawan atau membangkang atau melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan kita tetapi terletak di potensi tiap individu yang bisa melakukan macam-macam dan bergerak melakukan potensi, mewujudkan potensi.

Seni menurut Hegel adalah ekspresi Roh dan Roh itu selalu berkembang secara dialektis dan roh itu dalam perkembangannya selalu berusaha menjadi bebas, selalu memenuhi potensi dirinya yang masih dalam arti semangat zaman yang terdiri dari kesadaran diri kolektif. Karena Roh selalu berubah, seni juga menjadi memiliki tahapan-tahapan ;
1.         Tahap atau periode simbolik
2.       Periode klasik
3.       Periode Romantik

1. Tahap atau periode simbolik



Yang menjadi bentuk-bentuk keseniannya : shpinx, piramida mesir, kuil dan candi, berbentuk abstrak yang tidak kita ketahui tanda-tanda yang bisa kita baca. Menurut Hegel hal ini merupakan sebagai semangat zaman yang belum bebas. Belum merealisasikan potensi dirinya. Manusia pada masa ini dengan kesadaran dirinya belum mengetahui dan emmenuhi potensi dirinya.

2. Periode Klasik

Periode Yunani Kuno


Pada masa ini, Roh atau masyarakat zaman Yunani Kuno sudah bebas. Mereka tau potensi diri mereka dan memenuhi potensi dirinya. Potensinya pada saat itu adalah manusia yang bernalar. Menurut Hegel mereka memenuhi potensi diri mereka dan menjadi bebas. Bentuk-bentuk kebebasannya mencerminkan atau mengekspresikan kebebasan melalui patung-patung. Manusia dengan proporsi realistis, manusia bermartabat. Manusia digambarkan sebagai manusia, manusia memiliki rasa malu. Kesenian melahirkan sebuah Pure Beauty, kesenian sejati yang terlihat ketika kesenian menjadi ekspresi roh yang bebas memenuhi potensi diri.

3. Periode Romantik

Roh melampaui ide atau potensi bahwa mereka bukan hanya makhluk bernalar saja. Melampaui kebebasan, melampaui nalar. Jadi bentuk seni yang dihasilkan melampaui itu semua.


Eugene Delacroix, The Death of Sardanapalus, 1827





Francisco de Goya, Saturn Devouring one of His Children, 1821-23






JMW Turner, The Fighting Temeraire, Tugged to her Last Berth to be Broken up, 1838

Read More




Thursday, November 14, 2013

Estetika Zaman Pencerahan

  • Immanuel Kant


Immanuel Kant (lahir di Königsberg, Kerajaan Prusia, 22 April 1724 – meninggal di Königsberg, Kerajaan Prusia, 12 Februari 1804 pada umur 79 tahun). Kant dianggap salah satu pemikir zaman pencerahan yang terpenting. Ia menyelesaikan studi dan menjabat Profesor di Universitas Königsberg. Dia secara rutin menyajikan kuliah tentang geografi fisik. Hal ini dilakukannya sepanjang tahun sampai tahun 1796. Dalam pengantar kuliahnya, dia selalu menegaskan tempat geografi dalam dunia ilmiah. Dia memberikan landasan falsafi bagi geografi sebagai pengetahuan ilmiah. Kant merupakan anak dari seorang pembuat sadel dan tidak pernah meninggalkan kota kelahirannya.

Immanuel Kant memiliki filsafat yang berbeda dengan yang lainnya dikarenakan filsafat mulai memikirkan dirinya sendiri. Kehidupan Kant dapat dibagi atas dua periode, yakni masa praktis dan masa kritis. Ketika ia mengenal pemikiran Hume, Kant mengubah filsafatnya secara radikal dan menjadi filsafat Kritis (kritisisme) sebagai lawan dari ‘dogmatisme’. Menurut Kant, kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio. Filsafat Kant kritis dan tidak dogmatis (percaya begitu saja pada kemampuan rasio tanpa penyelidikan terlebih dahulu). Dogma filsafat pada awalnya diketahui namun tidak dipertanyakan. Asumsi manusia adalah makhluk berakal. Kritik atas Rasio manusia pada filsafat Kant mempertanyakan apa itu manusia.

Hubungannya dengan estetika yaitu pertimbangan atau penilaian estetis datang dari sebuah jenis akal tersendiri. Ada tiga karya besar Kant, ketiga karya masing-masing disebut sebagai ‘Kritik :
1.    . ‘Kritik atas Rasio Murni; (Critique of Pure Reason, 1781): Epistemologi – Mengetahui bagaimana pengetahuan itu terbentuk
2.        ‘Kritik atas Rasio Praktis’ (Critique of Practical Reason, 1788): Etika – Melakukan bagaimana manusia bersikap.
3.            . ‘Kritik atas Daya Pertimbangan’ (Critique of Judgement, 1790): Estetika – Merasakan Pleasure of Beauty


Epistemologi

1.         Kritik atas Rasio Murni

Pada 1781, Kant mengkritik bahwa semua pengetahuan bersifat analitik dan bersumber dari Rasio Murni, menyatakan ada pengetahuan yang bersifat sintetik dan a priori dan revolusi kopernikan. Membahas apa yang dimaksud dengan pengetahuan. Pengetahuan atau gagasan pada saat itu :
a.       Analitik : Kesimpulan sudah diketahui dari subjeknya, kesimpulan dan subjek memiliki hubungan mutlak.
Contoh :
- Pohon mangga itu pohon
- ibu itu adalah wanita (zaman empiris)

b.       Sintetik : Ada unsur a priori atau ide bawaan.
Contoh:
- Pohon itu sangat tinggi
- Wanita itu sangat cantik.

Kesimpulan mempunyai hubungan mutlak dengan sbujek.

Menurut Kant, ada dunia lain selain dunia yang kita tinggali. Kesimpulan diambil tanpa sepenuhnya merujuk pada apa yang ada di dunia.

Kant membagi Rasio menjadi 3, yaitu:
1.          Rasio Murni         : Stimulan atau dorongan untuk mengetahui apa yang kita ketahui.
2.        Rasio Praktis      : Kemampuan kita untuk mendorong tindakan
3.       Rasio Daya Pertimbangan            : Mendorong kita untuk merasakan


2.        Kritik atas Rasio Praktis

Pada tahun 1788, Rasio Praktis dijelaskan sebagai stimulant tindakan dan kehendak kita di dunia. Menurut Kant, keinginan tersebut merupakan dorongan dari rasio praktis.

Ide merupakan Imperatif Kategoris yang berarti semua tindakan yang dilakukan harus pada saat bersamaan sesuai dengan yang diinginkan untuk menjadi sebuah hukum yang universal. Rasio Praktis memberi perintah atas tindakan kita yang sama untuk semua manusia tanpa terkecuali. Rasio Praktis bersifat universal.


3.      Kritik atas Daya Pertimbangan.

Kritik atas Daya Pertimbangan muncul pada 1790. Daya pertimbangan merupakan bagaimana kita merasakan, analitik mengenai keindahan (Analytic of the beautiful), dan pertimbangan akan selera (judgement of taste).

Ananlitik mengenai keindahan. Keindahan berharga karena memberikan rasa senang (pleasure). Macam-macam rasa senang berdasarkan asalnya :
1.         The Agreeable : keindahan yang datang dari fisik (Cth: makanan enak)
2.       The Good : Keindahan yang bersifat mental ( Cth: Bertemu dengan orang santun, ramah)
3.        Beauty : Keindahan yang memiliki aspek-aspek keindahan.

Menurut Kant, ada dua macam keindahan :
1.         Keindahan yang bebas (free beauty) : mengandaikan tidak adanya konsep yang menjelaskan seperti apa sebuah objek.
2.       Keindahan yang terkondisi atau bersyarat (dependent beauty) : mengandaikan sebuah konsep untuk  menjawab kesempurnaan sebuah objek.

Aspek dari keindahan :
1.        Kualitas                : Kualitas (tanpa pamrih, Independent of all interest)
2.     Kuantitas (keindahan)      : keindahan tidak memberi kesenangan pada perorangan, melainkan secara apriori harus berlaku untuk semua orang (subjektif universal).
3.  Relasi (Purposivness without purpose): memiliki aspek teleologi yang berarti semua hal itu pasti mempunyai tujuan tertentu.
4.     Keniscayaan atau modalitas : pertimbangan estetis bukan pertimbangan kognitif yang memberikan kita pengetahuan namun merupakan aktifitas subjek (estetis) dan karena bersifat subjektif.


1.        Kualitas (Disinterested)

Perimbangan tanpa pamrih adalah mengambil sikap pertimbangan atas nilai yang melekat pada benda atau karya seni itu sendiri dan tidak tergantung pada moralitas, manfaat, keuntungan pribadi atau kepuasan inderawi. Jika nilai estetis yang diberikan adalah sebagai akibat dari sikap kontemplatif demikian, maka pertimbangan estetis menjadi ‘tanpa-pamrih’. Memberi kesenangan tanpa pamrih, terlepas dari kepentingan pribadi.

Pertimbangan estetis ini bukan pertimbangan kognitif yang memberikan kita pengetahuan, namun merupakan aktivitas subjek (estetis) dan karenanya bersifat subjektif. Pertimbangan estetis tidak bekerja melalui konsep-konsep juga tidak berkaitan dengan pengetahuan pernyataan logis, melainkan dengan perasaan ‘senang atau tidak senang’ subjek terhadap representasi sebuah objek.


2.       Kuantitas (Universality)

Kuantitas – The beautiful is that which, apart from concepts, is represented as the Object of a universal delight

Universal : terbuka ruang untuk orang lain menyetujui potensi untuk bersifat universal. Keindahan tidak memberi kesenangan pada perorangan melainkan secara apritori hanya berlaku bagi semua orang (subjektif universal). Bagi Kant, keindahan bukan merupakan hasil deduksi pengalaman perorangan melainkan sebagai sesuatu yang diandaikan sebagai kondisi pertimbangan estetis dalam budi (vernunfit).


3.      Relasi atau Finalitas (Teleology)

Maksudnya adalah se,mua hal yang ada pasti punya tujuan akhir.

Purposiveness without purpose, tujuan benda-benda indah tidak perlu diwujudkan pada benda itu sendiri. Purposiveness without purpose seakan-akan punya tujuan. Contohnya lukisan.


4.       Modalitas (Rasa senang yang niscaya)

Keindahan adalah apa yang lepas dari konsep,, dan ditangkap sebagai objek yang memberikan rasa senang secara ‘niscaya’. Keindahan itu memberikan rasa senang bukan karena kita memahaminya secara nalar, tetapi karena objek seni itu memang merupakan sumber yang memberikan kesenangan. Bukan berarti orang lain akan bilang bagus bila kita bilang bagus, tapi niscaya penilaian semua orang akan sama atau orang lain punya pertimbangan yang sama. Kalau benar-benar indah seharusnya mengundang penilaian yang sama.


The Sublime
‘yang sublime keluar dari batasan-batasan, nyaris tidak masuk akal. Menurut Kant ‘yang sublim’ adalah suatu pertimbangan yang mengacu pada dirinya sendiri. Artinya, subjek tidak memiliki kriteria untuk membandingkannya dengan yang lain namun yang sublime juga mempunyai nilai universal. Kant membagi menjadi dua cara untuk mempresentasikan objek sebagai ‘yang sublim’ :
1.        Kesubliman Matematis:  Bila aktivitas budi (imajinasi) dalam mengalami yang sublime melibatkan kemampuan ‘pengertian’ atas objek-objek (kesubliman menurut kuantitas).. Ukuran melebihi ukuran normal. Contoh : pyramid, the great wall, sphinx. Nyaris tidak masuk akal namun terukur
2.       Kesubliman Dinamis: (affection of the imagination) jika gerak budi (imajinasi) yang melibatkan kemampuan ‘hasrat’ atas objek-objek (kesubliman menurut kualitas);. Dalam pertimbangan estetis, alam adalah kekuatan yang tidak memiliki otoritas atas diri kita. Contoh : berdiri di tepi jurang, bagaimana kalau jatuh ? melampaui rasio ambang batas akal manusia.


‘yang sublim’ harus selalu besar dan bersifat kolosial, tidak mengenal batas dan mengundang imajinasi (melampaui rasio). Berhadapan dengan yang sublime, orang mengalami rasa kagum dan gentar. Rasa puas yang ditimbulkannya berbeda, karena keindahan menimbulkan rasa puas yang dceria dan ringan; sedangkan sublimitas menimbulkan rasa puas yang berat dan serius. Keindahan menimbulkan rasa puas yang positif, sedangkan sublimiitas menimbulkan rasa puas yang negative.
Read More




Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML